BEBERAPA KONSEP
DALAM PENGAJARAN PUISI
OLEH:
JUMIANTI DIANA, S.S.
GURU BAHASA INDONESIA
SMP NEGERI 1 MOYO HILIR
SUMBAWA
NUSA TENGGARA BARAT
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Puisi sebagai salah satu
karya sastra banyak digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Meskipun
demikian, dalam proses belajar-mengajar sastra seperti puisi terdapat berbagai
kesulitan. Jika menjadi pengajar sastra dalam hal ini puisi, kita mengetahui
cara memulai tugas yang cukup sulit tersebut, maka tak ada seorang pelajar pun
yang tidak tertolong untuk dapat memahami dan menikmati puisi yang dibacanya.
Dalam usaha mengajarkan
tentang cara menikmati puisi, dijumpai dua hambatan yang cukup menggangu.
Pertama, adanya anggapan bahwa secara praktis puisi sudah tidak ada gunanya
lagi. Kedua, adanya pandangan yang disertai prasangka bahwa mempelajari puisi
sering tersandung pada ‘pengalaman pahit’. Pandangan semacam ini mungkin sekali
berasal dari para pelajar yang berkemauan keras memahami dan menikmati sajak-sajak
terkenal yang ditulis oleh para penyair terkenal yang sering menggunakan
simbol, kiasan, dan ungkapan-ungkapan tertentu yang membingungkan. (Rahmanto,
1996:44-45).
Upaya untuk mengatasi
kesulitan atau hambatan-hambatan seperti di atas maka kita perlu mengetahui:
Bagaimanakah konsep dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses
pengajaran puisi? Pembahasan dalam artikel ini bertujuan untuk mengetahui
konsep-konsep dan langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang pengajar puisi.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sebelum membahas mengenai
konsep-konsep dan langkah-langkah mengenai pengajaran puisi, terlebih dahulu
harus dipahami hakikat dari puisi itu sendiri. berikut merupakan contoh puisi
Sapardi Djoko Damono
AIR SELOKAN
“Air di selokan itu mengalir dari rumah sakit”,
katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-
jalan bersama istrimu yang sedang mengandung—ia hampir
muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan
untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis
baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di
kamar mati.
+
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi
selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding
sesuatu: ” hore, ada nyawa lagi
terapung-apung di air itu—
alangkah indahnya!” tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan
yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir
baunya
itu, sayang sekali.
Definisi puisi yang
dikemukakan oleh Wirjosoedarmo (dalam Pradopo, 2000:5) mengenai puisi sebagai
karangan yang terikat oleh: 1) banyak baris dalam tiap bait; 2) banyak kata
dalam tiap baris; 3) banyak suku kata dalam tiap baris; 4) rima; dan 5) irama.
Jika melihat contoh puisi
di atas, maka hakikat atau definisi puisi yang dikemukakan oleh Wirjosoedarmo
tersebut tidak cocok dengan bentuk puisi sekarang. Berikut beberapa definisi
puisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Puisi merupakan bentuk
karya sastra dengan bahasa yang terpilih dan tersusun dengan perhatian penuh
dan keterampilan khusus dan puisi merupakan bahasa yang padat dan penuh arti
(Rahmanto, 1996:47).
Menurut Coleridge (dalam
Pradopo, 2000:6) Puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah. Adapun
definisi puisi yang dikemukakan oleh Pradopo (2000:7) bahwa “Puisi itu
mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang
imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu
yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi
kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang
penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan.”
Setelah memahami mengenai
hakikat puisi maka kita perlu memperhatikan beberapa langkah efektif dalam
membaca dan memahami puisi, seperti yang dikemukakan oleh Gani (1988:174-177)
berikut ini:
a.
Bacalah
sebuah puisi berulang kali.
b.
Gunakanlah
selalu kamus ketika membaca puisi.
c.
Bacalah
puisi sambil mendengarkan gema suara dalam sanubari Anda.
d.
Perhatikanlah
dengan seksama sesuatu yang disampaikan sebuah puisi.
e.
Berlatihlah
membaca bersuara sebuah puisi berulang kali.
Untuk membantu memahami
puisi, pembaca hendaknya mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, diantaranya:
“Siapakah si pembicara dan apa permasalahannya?” pertanyaan kedua adalah “
Apakah tujuan utama puisi ini?” setelah berhasil menjawab pertanyaan tersebut
maka diajukanlah pertanyaan ketiga “Dengan cara bagaimana tujuan itu
dikembangkan?”.
Pertanyaan selanjutnya
yang harus dijawab adalah “mengapa puisi harus diajarkan kepada siswa?” Stephen
Dunning memberikan jawaban sebagai berikut:
a)
Puisi
memungkinkan siswa dapat kesempatan untuk mempelajari karya sastra secara
komplit dan terfokus.
b)
Puisi
secara linguistik merupakan medan
penjelajahan sastra yang kaya, dan merangsang siswa melihat nilai-nilai dan
kemungkinan-kemungkinan dalam bahasa.
c)
Puisi,
karena secara formal dan linguistik berbeda dengan cipta sastra lain, siswa dapat membicarakan secara serius
tentang kenyataan-kenyataan hidup yang belum terungkap oleh karya sastra lain.
Dalam rangka pencapaian
tujuan belajar siswa/pelajar maka perlu diperhatikan sembilan konsep pengajaran
puisi yang dikemukan oleh Gani (1988:177-190) berikut:
·
Konsep
pertama: yang bukan penggemar dan bukan pembaca puisi yang baik, sebaiknya
jangan menjadi guru puisi.
·
Konsep
kedua: guru puisi seyogyanya hanya mengajarkan puisi yang benar-benar
dihayatinya.
·
Konsep
ketiga: guru hendaknya mengutamakan unsur pengalaman dalam proses
belajar-mengajarnya.
·
Konsep
keempat: guru hendaknya mengajarkan mekanik puisi secara induktif.
·
Konsep
kelima: guru hendaknya menghindarkan diri dari cara pemberian penjelasan yang
berlebih-lebihan tentang puisi.
·
Konsep
keenam: suatu unit puisi hendaknya jangan sampai menghilangkan prinsip
pengajaran puisi terpadu. Selama proses belajar berlangsung, guru selalu
menjaga agar disamping pemerolehan belajar ynag bersifat instruksional, juga
tercapai hasil belajar yang bersifat pendamping. Perolehan instruksional yang
dimaksud adalah siswa memiliki kemampuan merespons dan menganalisis puisi yang
dipelajarinya. Adapun perolehan pendamping adalah siswa mendapatkan
keterampilan membaca, berbicara, menyimak, dan menulis.
·
Konsep
ketujuh: siswa hendaknya diberi kesempatan untuk memilih sendiri puisi yang
hendak dibaca, dipelajari dan didiskusikannya.
·
Konsep
kedelapan: siswa yang ditugaskan membaca dan mempelajari puisi,
sewaktu-waktu hendaknya diminta
menyatakan pendapatnya dengan bahasa yang puitis.
·
Konsep
kesembilan: siswa hendaknya ditolong mengungkapkan bahwa puisi itu ditulis
untuk segala hal.
Berikut
pertimbangan-pertimbangan yang menjadi pedoman dalam pengajaran puisi agar
pengajaran tersebut berlangsung sesuai dengan harapan:
1.
Jelaskan
pada diri Anda sendiri secara tertulis, apa yang hendak diajarkan tentang puisi
tersebut.
2.
Rencanakan
tiga atau empat strategi untuk pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
3.
Yakinkan
diri Anda bahwa pengajaran yang Anda lakukan menuntut: kerja, respons, dan
aktifitas dari siswa Anda.
4.
Jika
Anda telah menyelesaikan proses pengajaran, tanya diri Anda dengan pertanyaan-pertanyaan
berikut:
§ Apakah tujuan-tujuan pengajaran
anda telah terfokus pada kerja, respons dan aktivitas siswa?
§ Apakah pertanyaan saya
mencerminkan pertanyaan yang dapat dijawab siswa?
§ Apakah aktivitas yang
saya tawarkan mengundang aktivitas siswa?
§ Apakah saya berbicara
terlalu banyak?
§ Apakah saya memfokuskanya
pada puisi saja dan tidak mengaitkannya dengan keterampilan berbahasa yang
lain?
5.
Diskusikanlah
dengan rekan sejawat Anda.
BAB
III
PENUTUP
Ada banyak hal yang perlu
dipersiapkan dalam proses pengajaran puisi karena itu dianjurkan bagi seorang
pengajar yang tidak gemar membaca puisi agar tidak mengajarkan tentang puisi.
Hal itu merupakan konsep utama dalam pengajaran puisi selain beberapa konsep
lainnya, konsep-konsep dan langkah-langkah harus diambil dan dilaksanakan agar
tujuan pengajaran tercapai. Tujuan-tujuan itu antara lain: siswa dapat bermain
dengan bahasa seperti para penyair, belajar membaca puisi dengan baik sehingga
citarasa sastranya meningkat, dan mempertajam kemampuan membaca siswa yang
memungkinkan siswa tidak hanya mampu memperoleh makna namun memberi makna.