Selasa, 21 Mei 2013

TEMA KARANGAN



Tema Karangan
Pengertian tema, secara khusus dalam karang-mengarang, dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari dari sudut karangan yang telah selesai dan dari proses penyusunan sebuah karangan.
Dilihat dari sudut sebuah karangan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Amanat utama ini dapat diketahui misalnya bila seorang rnembaca sebuah roman, atau karangan lainnya. Selesai membaca karangan tersebut, akan meresaplah ke dalam pikiran pembaca suatu sari atau makna dari seluruh karangan itu. Sebuah buku roman misalnya akan memiliki sebuah tema dasar yang dapat dirumuskan dalam sebuah kalimat singkat: Karena kuatnya pengaruh adat-istiadat, maka setiap perjuangan muda-mudi untuk rnenentukan sendiri kawan-hidupnya di sekitar tahun dua puluhan, akan selalu menemui kegagalan”. Inti atau sari amarrat dari buku roman yang hanjang lebar menguraikan kisah asmara antara seorang pemuda A dan Pemudi B, yang akhirnya hancur berantakan karena halangan dari pihak orang tua dan adat-istiadat, sebagai yang dirumuskan dalam kalimat singkat di atas tadi, itulah yang dinamakan tema.
Dari segi proses penulisan kita bisa membatasi tema dengan suatu rumusan yang agak berlainan, walaupun nantinya apa yang dirumusk an itu pada hakekatnya sama saja. Dalam kenyataan untuk menulis suatu karangan, penulis harus memilih suatu topik atau pokok pembicaraan. Di atas pokok pembicaraan itulah ia menempatkan suatu tujuan yang ingin disampaikan dengan landasan topik tadi. Dengan demikian pada waktu menyusun sebuah tema atau pada waktu menentukan sebuah tema untuk sebuah karangan ada. dua. unsur yang paling dasar perlu diketahui yaitu topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi. Berdasarkan kenyataan ini, pengertian tema dapat dibatasi sebagai: suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi.
Hasil perumusan yang kita namakan tema tadi, bisa dinyatakan dalam sebuah kalimat singkat seperti contoh yang telah dikemukakan di atas. Tetapi tema itu dapat pula mengambil bentuk yang Iebih luas berupa sebuah alinea, atau berupa rangkaian dari alinea-alinea. Bentuk yang terakhir ini biasanya disamakan dengan ikhtisar, dan kadang-kadang dengan ringkasan. Antara ringkasan dan tema sebenarnya terdapat perbedaan besar, karena dalam sebuah ringkasan masih disebutkan para pelaku dengan alur kisahnya (plot) dan sebagainya. Sedangkan tema hanya merupakan gagasan-gagasan atau amanat yang ingin disampaikan pada para pembaca, belurn dijalin dengan para pelaku, tempat sebagai ruang berlangsungnya peristiwa atau aktivitas dan interaksi antara. para tokohnya. Ringkasan merupakan utaian itu secara komplit dalam bentuk yang singkat, sedangkan tema merupakan sari dasar atau amanat yang akan disampaikan penulis.
Bagaimanapun semua karya, entah sebuah buku yang bersifat rekaan (fiktif) seperti roman, novel, cerpen,.atau sebuah buku yang bersifat non-fiktif tentang masalah perburuhan, politik internasional, perkembangan teknologi modern, hasil penelitian dsb., harus memiliki sebuah tema, atau sebuah amanat utama. yang akan disampaikan kepada para pembaca. Atau dengan kata lain amanat utama yang akan disampaikan itu merupakan suatu maksud tertentu yang dijalin dalam sebuah topik pembicaraan.
Panjang tema tergantung dari berapa banyak hal yang akan disampaikan sebagai perincian dari tujuan utama, dan kemampuan penulis untuk memperinci dan mengemukakan ilustrasi-ilustrasi yang jelas dan terarah. Perbandingan antara tema dengan karangan dapat disamakan dengan hubungan antara sebuah kalimat dan gagasan utama kalimat yang terdiri dari subyek dan predikat. Semua bagian kalimat lainnya hanya berfungsi untuk memperjelas gagasan-gagasan utama tadi. Begitu pula, kedudukan tema secara lebih konkrit dapat kita lihat dalam hubungan antara kalimat topik dan alinea. Kalimat topik merupakan tema dari alinea itu. Sedangkan kalimat-kalimat lainnya hanya berfungsi untuk memperjelas kalimat topik atau tema alinea tersebut.
Reference: Prof. DR. Gorys Keraf. Komposisi_Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa

Materi : BAHASA INDONESIA



Kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk,dibina dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi – generasi mendatang melalui bahasa. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada disekitar manusia yang berupa peristiwa – peristiwa, binatang – binatang, tumbuh – tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, di susun dan diungkapkan kembali kepada orang – orang lain sebagai bahan komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Bahasa memungkinkan tiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan serta latar belakangnya masing – masing.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa sebagai  : bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bahasa merupakan suatu sistem  komunikasi yang mempergunakan simbol – simbol  vokal ( bunyi ujaran ) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak – gerik badaniah yang nyata.
Bahasa mencakup dua bidang  yakni bunyi vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia serta arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendeengaran kita ( = yang di cerap panca indera kita ), sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain.
Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbiter atau mansuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Makna sebuah kata tergantung dari konvensi  ( kesepakatan ) masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Bila kita meninjau kembali sejarah pertumbuhan bahasa sejak awal hingga sekarang, maka fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan  bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa  :
a.       Untuk menyatakan ekspresi diri
b.      Sebagai alat komunikasi
c.       Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi social
d.      Sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.
Sebagai telah dikemukakan bahwa bahasa terdiri dari dua  aspek yaitu aspek bentuk dan aspek makna. Aspek bentuk dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yang besar yaitu unsur segmental dan suprasegmental. Unsur segmental adalah yaitu unsure bahasa yang dapat dibagi – bagi atas bagian – bagian yang lebih kecil yang meliputi : fonem, morfem, kata, frasa, klausa,kalimat, dan wacana. Sebaliknya unsure suprasegmental adalah unsure bahasa yang kehadirannya tergantung dari unsure segmental, yang terdiri dari  : tekanan keras, tekanan tinggi ( nada ) dan tekanan panjang, dan dalam bentuk lebih luas kita mengenal dengan istilah intonasi.
Unsur – unsure segmental dapat dikatakan sudah cukup berhasil digambarkan diatas sehelai kertas, walaupun masih ada kekurangan. Unsur – unsure suprasegmental, beserta gerak – gerik dan air muka belum dapat dilukiskan dengan sempurna. Unsur – unsure segmental biasanya dinyatakan secara tertulis melalui tanda – tanda baca atau pungtuasi.
Pungtuasi dibuat berdasarkan dua hal utama yang saling melengkapi, yaitu  :
1.      Didasarkan pada unsure suprasegmental.
2.      Didasarkan pada hubungan sintaksis yakni  :
a.       Unsur – unsure sintaksis yang erat hubungannya tidak boleh dipisah dengan tanda – tanda baca
b.      Unsur – unsure sintaksis yang tidak erat hubungannya harus dipisahkan dengan tanda – tanda baca.
Contoh   : Coba katakan,  saudara, siapa namamu ?
Dalam ujaran yang wajar antara “katakan” dan “saudara” tidak terdapat perhentian, sebab itu seharusnya koma dihilangkan. Namun karena kata “saudara“ tidak ada hubungannya dengan kata” katakan” maka harus ditempatkan kata koma. Antara kata “ Saudara “ dan “ Siapa “ ditempatkan koma, karena disitu diberikan perhentian sebentar dengan intonasi menaik. Sebaliknya pada akhir kalimat diberikan tanda tanya karena intonasinya adalah intonasi tanya.


KALIMAT YANG EFEKTIF
Kalimat merupakan bentuk bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkan gagasan – gagasan seseorang secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Tetapi apakah dengan menguasai pola – pola kalimat suatu bahasa sesorang sudah merasa yakin bahwa ia telah menguasai bahasa itu dengan baik  ?
Penguasaan bahasa tidak hanya mencakup persoalan penguasaan kaidah – kaidah atau pola – pola sintaksis bahasa itu, tetapi juga mencakup beberapa aspek lainnya.
Apek – aspek penguasaan bahasa meliputi  :
1.      Penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata ( kosa kata ) bahasa tersebut.
2.      Penguasaan kaidah – kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif.
3.      Kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan – gagasan.
4.      Tingkat penalaran ( logika ) yang dimilki seseorang.
Sebuah kalimat yang  efektif adalah kalimat yang secara tepat mewakili isi pikiran atau perasaan pengarang. Bagaimana ia dapat mewakili pikiran secara segar, dan sanggup menarik perhatian pembaca dan pendengar terhadap apa yang dibicarakan. Kalimat yang efektif memilki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali gagasan – gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis. Jadi yang dimaksud dengan kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi syarat – syarat sebagai berikut  :
1.      Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis.
2.      Sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara  atau penulis.
Syarat – syarat lain yang tersebut akan mencakup pula masalah kegaya – bahasaan dan penalaran.  Syarat – syarat tersebut dapat diperinci lagi atas :
1.      Kesatuan gagasan.
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperlihatkan kesatuan gagasan, mengandung satu ide pokok. Dalam laju kalimat tidak boleh diadakan perubahan dari satu kesatuan gagasan lain yang tidak ada hubungan, atau menggabungkan dua kesatuan yang tidak mempunyai hubungan sama sekali.
2.      Koherensi yang baik dan kompak
Koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbale balik yang baik dan jelas antara unsure – unsure ( kata atau kelompok kata ) yang membentuk kalimat itu. Bagaiman hubungan antar subyek dan predikat, hubungan antara predikat dan obyek, serta keterangan – keterangan lain yang menjelaskan tiap – tiap unsure pokok tadi.
3.      Penekanan.
Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat ( gagasan utama ) haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan. Gagasan utama kalimat tetap didukung oleh subyek, predikat, sedangkan unsure yang dipentingkan dapat bergeser dari satu kata ke kata yang lain. Kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus lebih ditonjolkan dari unsure – unsure yang lain.
4.      Variasi
Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang dengan repetisi. Repetisi atau pengulangan sebuah kata untuk memperoleh efek penekanan, lebih banyak menekankan kesamaan bentuk.
Pemakaian bentuk yang sama secara berlebihan akan menghambarkan selera pendengar atau pembaca. Sebab itu ada upaya lain yang bekerja berlawanan dengan repetisi yaitu variasi. Variasi merupakan cara menganeka-ragamkan bentuk – bentuk bahasa agar tetap  terpelihara minat dan perhatian orang.
5.      Paralelisme
Paralelisme menempatkan gagasan – gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam suatu struktur / konstruksi gramatikal yang sama. Bila salah satu gagasan itu ditempatkan dalam struktur kata benda, maka kata – kata atau kelompok kata yang lain yang menduduki fungsi yang sama harus juga ditempatkan dalam struktur kata benda.
Bila yang satunya ditempatkan dalam kata kerja ,maka yang lainnya juga harus ditempatkan dalam struktur kata kerja.
Contoh   :
-          Reorganisasi departemen – departemen ; penghentian pemborosan dan penyelewengan – penyelewengan, serta mobilisasi potensi – potensi nasional, merupakan masalah – masalah pokok yang meminta perhatian kita.( semuanya kata benda )
-          Mereorganisir administrasi departemen – departemen ; menghentikan pemborosan dan penyelewengan – penyelewengan, serta memobilisir potensi – potensi nasional, merupakan masalah – masalah pokok yang meminta perhatian pemerintah kita. ( semuanya kata kerja )
Paralelisme atau kesejajaran bentuk membantu memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian – bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama.
6.      Penalaran atau logika
Jalan pikiran pembicara turut menentukan baik tidaknya kalimat seseorang, mudah tidaknya pikirannya dapat dipahami. Yang dimaksud dengan jalan pikiran adalah suatu proses berfikir yang berusaha untuk menghubung – hubungkan evidensi – evidensi menuju kepada suatu kesimpulan yang masuk akal. Ini berarti kalimat – kalimat yang diucapkan harus bias dipertanggungjawabkan dari segi akal yang sehat atau singkatnya harus sesuai dengan penalaran. Bahasa tidak bias lepas dari penalaran.
Tulisan – tulisan yang tararah dan jelas merupakan perwujudan daripada berpikir logis.Perhatikan kalimat – kalimat berikut. Tiap – tiap kalimat ( klausa ) dapat dimengerti, namun penyatuannya menimbulkanhal yang tidak bias atau sulit diterima akal.
-          Orang itu mengerjakan sawah ladangnya dengan sekuat tenaga karena mahasiswa- mahasiswa Indonesia harus menggarap suatu karya ilmiah sebelum dinyatakan lulus dari Perguruan Tinggi.
-          Dia mengatakan kepada saya bahwa ia telah lulus, tetapi anjing itu tidak mau mengikuti perintah pemburu itu.
ALINEA
1.      Pengertian Alinea
Alinea bukanlah suatu  pembagian secara konvensional dari sutu bab yang terdiri dari kalimat – kalimat, tetapi lebih dalam maknanya dari kesatuan kalimat saja. Alinea tidak lain dari suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan himpunan dari kalimat – kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan.

Macam – macam Alinea
Berdasarkan sifat dan tujuannya, alinea dapat dibedakan atas  :
1.      Alinea Pembuka
Setiap karangan mempunyai alinea yang membuka atau menghantar karangan itu,atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh karena itu, pada bagian pembuka karangan harus menarik minat dan perhatian pembaca.Serta sangggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yang akan segera diuraikan.
2.      Alinea Penghubung
Yang dimaksud dengan alinea penghubung adalah semua alinea yang terdapat antara alinea pembuka dan alinea penutup.
3.      Alinea Penutup
Alinea penutup adalah alinea yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan.Dengan kata lain alinea ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam alinea – alinea penghubung.
2.      Syarat – syarat  pembentukan alinea
Seperti halnya dengan kalimat, sebuah alinea juga harus memenuhi syarat – syarat tertentu. Yakni :
1.      Kesatuan   : Bahwa semua kalimat yang membina alinea itu secara bersama – sama menyatakan suatu hal atau  suatu tema tertentu.
2.      Koherensi   : Adalah kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk alinea itu.
3.      Perkembangan alinea    : Merupakan penyusunan atau perincian dari pada gagasan – gagasan yang membina alinea itu.
Untuk memperoleh kepaduan yang baik dan mesra antar kalimat – kalimat dalam sebuah alinea maka harus diperhatikan hal – hal berikut ini   :
1.      Masalah kebahasaan
Masalah kebahasaan yang turut mempengaruhi koherensi sebuah alinea adalah  :        
      a. Repetisi.
   Kepaduan sebuah alinea dapat diamankan dengan mengulang kata – kata kunci yaitu kata yang dianggap penting dalam sebuah alinea.
Contoh  :
Sebagai penjasmanian pikir dan berpikir bahasa itu merupakan alat yang baik dalam pergaulan antar umat manusia. Pergaualan antar umat manusia adalah pertemuan total antara manusia yang satu dengan manusia lainnya ; manusia dalam keseluruhannya, jasmani dan rohaninya bertemu dan bergaul satu sama lainnya. Tanpa bahasa pertemuan dan pergaulan kita dengan orang lain amat tidak sempurna.
b.   Kata ganti
Adalah suatu gejala universal, bahwa dalam berbahasa, sebuah kata yang mengacu kepada manusia, benda atau hal tidak akan dipergunakan berulangkali dalam sebuah konteks yang sama.  Kata ganti itu timbul untuk menghindari segi – segi yang negatif dari pengulangan.
Contoh   :
Adi dan Boy merupakan dua sahabat yang akrab. Setiap hari keduanya selalu kelihatan bersama – sama. Adilah yang selalu menjemput Boy ke sekolah, karena rumahnya lebih jauh letaknya dari rumah Boy. Mereka selalu siap sedia menolong kawan – kawannya bila mereka mengalami kesulitan dan kesukaran.
c.       Kata Transisi.
Kata – kata transisi terletak antara kata ganti dan repetisi. Bila repetisi mengehendaki pengulangan kata – kata kunci, serta kata ganti tidak menghendaki pengulangan sebuah kata benda.
Sering sekali terjadi bahwa hubungan antara gagasan – gagasan agak sulit dirumuskan, sebab itu diperlukan bantuan, dalam hal ini bantuan kata – kata atau frasa – frasa transisi sebagai penghubung atau katalisator antara satu gagasan dengan gagasan lainnya, atau antara satu kalimat dengan kalimat lainnya. Dengan demikian hubungan ini bisa terjalin antara klausa dengan klausa,atau antara kalimat dengan kalimat .
2.      Perincian dan urutan pikiran.
Yang dimaksud dengan urutan perincian atau urutan pikiran adalah bagaimana pengembangan sebuah gagasan utama dan bagaimana hubungan antara gagasan – gagasan bawahan yang menunjang gagasan utama tadi. Penulis dapat menjamin kepaduan dengan mengemukakan  perincian isi berdasarkan urutan ruang, dimulai dari suatu sudut tertentu  dan berangsur – angsur bergerak  ke sudut yang berlawanan. Ia dapat juga mempergunakan urutan waktu atau urutan kronologis. Atau ia bisa mempergunakan urutan logis : sebab-akibat, umum-khusus,klimaks,proses dan lain sebagainya.

Materi : APRESIASI PROSA FIKSI



BAB  I


APRESIASI

1.  Pengertian Apresiasi

  1. Apakah arti kata apresiasi sebenarnya  ?.
  2. Apakah ia termasuk dalam kritik sastrakah ?.

Secara leksikal, Appreciation ‘ apresiasi ‘ mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan,penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian. ( Hornby,1973 ). Apresiasi sastra ialah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh – sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. ( Effendi,1973 ). Dengan kata lain apresiasi sastra adalah upaya memahami karya sastra, yaitu upaya bagaimanakah caranya untuk dapat mengerti sebuah karya sastra yang kita baca baik fiksi maupun puisi, mengerti maknanya, baik yang intensional maupun yang faktual, dan mengerti seluk beluk strukturnya. Pendek kata apresiasi sastra itu merupakan upaya merebut makna karya sastra sebagai tugas utama seorang pembaca.
     Untuk dapat memahami struktur karya sastra dan dapat merebut makna dengan setepat – tepatnya,seorang pembaca perlu mengerti bagian – bagian atau elemen – elemen karya sastra. Karena, karya sastra merupakan sebuah struktur yang rumit. Sebagai sebuah struktur, karya sastra mengandung gagasan keseluruhan, gagasan tranformasional, dan gagasan kaidah yang mandiri. Oleh karena itu, untuk mengerti karya sastra diperlukan analisis terhadap bagian – bagian struktur tersebut. Dengan demikian, nyatalah bahwa apresiasi sastra merupakan satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan kritik sastra. Bahkan, dapat dikatakan bahwa apresiasi sastra merupakan salah satu jenis kritik sastra terapan.
     Kegiatan – kegiatan atau langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk memahami karya sastra paling tidak meliputi 3 hal yaitu  : Interpretasi, Analisis atau Penguraian, dan Evaluasi atau Penilaian.

A. Penafsiran
     Penafsiran adalah upaya memahami karya sastra dengan memberikan tafsiran berdasarkan sifat – sifat karya sastra itu sendiri. Dalam hubungan ini, Abrams-1981 membedakan tafsiran menjadi dua hal, yakni dalam artinya yang sempit, penafsiran merupakan upaya untuk memperjelas arti bahasa dengan sarana analisis, parafrase dan komentar. Lazimnya penafsiran difokuskan pada kegelapan, ambiguitas, parafrase, dan komentar. Dalam arti luas, penafsiran atau menafsirkan ialah membuat jelas arti karya sastra yang bermediakan bahasa yaitu meliputi penjelasan aspek – aspek seperti jenis karya,unsur – unsur,struktur,tema dan efek – efeknya.

B. Analisis
     Analisis merupakan penguraian karya sastra atas bagian – bagian atau norma – normanya. Secara lebih khusus, analisis karya sastra dibedakan menjadi analisis fiksi dan anlisis puisi. Analisis fiksi meliputi analisis terhadap semua elemen pembangun fiksi itu, yang mencakup fakta cerita, sarana cerita, dan tema. Fakta cerita meliputi plot, tokoh, dan latar. Sarana cerita meliputi hal – hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detil – detil cerita sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsur judul,sudut pandang, gaya dan nada,dan sebagainya.
Penafsiran dan analisis memungkinkan pembaca untuk memberikan penilaian kepada karya sastra secara tepat  sesuai dengan hakikatnya. Hakikat karya sastra adalah karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai unsur estetik yang dominan.

C. Penilaian
     Penilaian adalah usaha menentukan kadar keberhasilan atau keindahan suatu karya sastra. Dengan adanya penilaian dimungkinkan untuk membuat pemilihan antar karya sastra yang baik dan yang jelek, yang berhasil dan yang gagl, yang bermutu tinggi,rendah, dan sedang. Jika penilaian dapat dilakukan sebaik – baiknya, penghargaan kepada sebuah karya sastrapun dapat dilakukan secara wajar dan sepantasnya. Untuk itu diperlukan suatu kriteria, yakni kriteria keindahan atau keberhasilab suatu karya sastra.

2. Perbedaan Antara Cerpen dan Novel
     Sebelum dibicarakan elemen – elemen yang membangun fiksi secara struktural, ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembedaan jenis prosa fiksi, yaitu cerita pendek dan novel. Ditinjau dari segi ‘panjangnya’ cerpen relatif lebih pendek dari novel. Walaupun didapatkan pula cerpen yang panjang dan novel yang pendek. Secara lebih spesifik, istilah cerpen biasanya diterapkan pada fiksi yang panjangnya antara seribu sampai lima ribu kata. Sedangakn novel umumnya berisi empatpuluh lima ribu kata atau lebih. Karya fiksi yang berkisar antara limabelas ribu sampai empatpuluh lima ribu kata bisanya disebut sebagai ‘ novela’.
     Pertimbangan dari segi panjang cerita tersebut pada dasarnya terlampau bersifat tekhnis dan mekanis, tetapi beberapa kualitas penting kedua jenis fiksi tersebut memang berkaitan erat dengan panjang pendeknya.
     Sebuah cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan bagian darti novel yang belum ditul;iskan. Sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang diarahkan pada insiden atau peristiwa yang tunggal. Di samping itu, tokoh dalam cerpen jarang dikembangkan karena pengembangan membutuhkan waktu, karena tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditunjukkan karakternya. Artinya, hanya ditentukan tahapan tertentu perkembangan karakter tokohnya. Karakter dalam cerpen lebih merupakan revelation ‘ penunjukkan’ daripada development ‘ perkembangan ‘. Selanjutnya dimensiwaktu dalam cerpen cenderung terbatas,walaupun dijumpai pula cerpen – cerpen yang menunjukkan dimensi waktu yang relatif luas.
     Ringkasnya, cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat compression ‘ pendataan ‘,concentration ‘ pemusatan ‘ dan intensity ‘ pendalaman, yang kesemuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktural yang  diisyaratkan oleh panjang cerita itu.
     Novel cenderung bersifat expands ‘ meluas ‘, complexity ‘ kompleksitas ‘. Novel memungkinkan adanya penyajian tentang panjang lebar suatu tempat/ruang. Oleh karena itu, tidaklah mengeherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menjadi pusat perhatoian para novelis. Masyarakat memilki dimensi ruang dan waktu.
     Sebuah novel jelas tidak berarti dapat dibaca selesai dalam sekali duduk, karena panjangnya sebuah novel secara khusus cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu dan hal ini tidak mungkin dalam cerpen.
     Akhirnya, novel mencapai keutuhannya secara inklusi ( inclusion ),  yakni bahwa novelis mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.

3. Jenis – jenis Fiksi   
     Cerpen,novel, dan novel pada hakikatnya merupakan kategori- kategori fiksi yang bersifat formal. Kita juga dapat membuat kategori yang lain berdasarkan sudut pandangan tertentu, misalnya  dari segi tekhnik kita mengenal adanya alegori, dari segi jenis isinya kita mengenal fiksi sains, dari segi temanya kita mengenal fiksi eksistensialis, atau dari segi kombinasi kesemuanya itu.

Beberapa Jenis Fiksi
          JENIS FIKSI
PENGERTIAN
Fiksi Realistik

Fiksi Romantik

Fiksi Naturalis dan Proletarian

Fiksi Gotik


Fiksi Sains atau Utopian
Berkaitan dengan hal – hal yang bersifat faktual dalam perilaku manusia.
Menyajikan masalah perjuangan emosi pribadi dan desakan – desakan dari luar.
Mengutamakan pelukisan fakta – fakta yang keji yang kurang dapat diterima secara moral dan pelukisan tatanan material yang kurang dapat diterima oleh akal sehat.
Melukiskan cerita – cerita horor. Fakta – fakta yang disajikan sedemikian rupa sehingga memancing kengerian dan melahirkan mimpi yang menakutkan.
Menunjukkan kecendrungan tanan – tatanan material dengan menggambarkan sesuatu sedemikian rupa sehingga tampak benar – benar terjadi.





BAB  II
UNSUR – UNSUR PEMBANGUN FIKSI

1. Tema

     Memepertanyakan makna sebua karya karya sastra sebenarnya juga berarti mempertanyakan tema. Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan atau menawarkan tema.
     Tema sebagai salah satu unsur karya sastra menurut Stanton, 1965 dan Kenny, 1966 adalah makna yang dikandung  oleh sebuah cerita. Namun ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita.Tema dapat dikatakan sebagai gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung sebuah teks sebagai strukltur semantis yang menyangkut persamaan – persamaan atau perbedaan – perbedaan. Tema di saring dari motif – motif yang terdapat  dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa – peristiwa,konflik, dan situasi tertentu.
     Tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa,konflik,situasi tertentu,termasuk berbagai unsur instrinsik yang lain, karena hal – hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi umum,lebih luas, dan abstrak.
     Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi,ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian – bagian tertentu cerita. Tema, walaupun sulit ditentukan secara pasti bukanlah makna yang disembunyikan, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak secara sengaja disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang dudukung cerita, dengan sendirinya ia akan tersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya.

A.  Penggolongan Tema
     Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda tergantung dari segi mana penggolongan itu dilakukan. Pengkategorian tema yang dimaksudkan dapat dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang yaitu, Penggolongan Dikhotomis yang bersifat Tradisional dan Nontradisional, Penggolongan dilihat dari tingkat Pengalaman Jiwa,  dan Penggolongan dari Tingkat Keutamaannya.    

a. Tema Tradisional dan Nontradisional.
     Tema Tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang hanya itu – itu saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita,termasuk cerita lama. Pernyataan – pernyataan tema yang dapat dipandanf sebagai

tema yang bersifat tradisional,misalnya,berbunyi (I) Kebenaran dan keadilan mengalahkan kejahatan. (ii) Tindak kejahatan walaupun ditutup – tutupi akan terbongkar juga. (iii) Tindak kebenaran atau kejahatn masing – masing akan memetik hasilnya.(iv) Cinta sejati menuntut pengorbanan. (v) Kawan sejati adalah kawan adalah kawan di masa duka. Dan sebagainya.
     Pada umumnya tema – tema tradisional  merupakan tema yang digemari orang dengan status sosial apapun,di manapun dan kapanpun. Dapat dikatakan bahwa tema tradisional adalah tema yang bersifat universal.
     Selain hal – hal yang bersifat tradisional,tema sebuah karya sastra mengangkat sesuatu yang tidak lazim, atau yang berssifat nontradisional. Tema yang demikian,mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca,bersifat melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan pembaca, mengecewakan atau berbagai reaksi afektif yang lain.

b. Tingkatan Tema Menurut Shipley   
     Pertama, Tema tingkat fisik. Manusia sebagai molekul,man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktifitas fisik daripada kejiwaan. Ia lebih banyak menekankan mobilitas fisik daripada
konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam novel dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan.
     Kedua, tema tingkat organik, manusia sebagai ( atau dalam tingkat kejiwaan ) protoplasma, man as protoplasm.  Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut atau mempersoalkan masalah seksulitas. Suatu aktifitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dengan tema tinfkat ini,khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang.
     Ketiga, tema tingkat sosial, man as socious. Kehidupan masyarakat yang merupakan tempat aksi interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan,konflik, dan lain – lain yang menjadi obyek pencarian tema.
     Keempat, tema tingkat egoik, manusia sebagai individu,man as individualism.  Manusia sebagai makhluk individu senantiasa menuntut pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu,manusiapun mempunyai banyak permasalahan,konflik yang dihadapinya.
     Kelima, tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi. Yang belum tentu manusia lainnya bisa mengalami atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah religiositas atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup,visi dan keyakinan.



c. Tema Utama dan Tema Tambahan
     Tema utama atau tema mayor artinya, makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Menentukan makna pokok cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai diantara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang bersangkutan.
     Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian – bagian tertentu cerita saja. Makna yang hanya terdap[at pada bagian – bagian tertentu  cerita dapat diidentifikasikan sebagai makna bagian bagian, makna tambahan. Makna – makna tambahan inilah yang di sebut sebagai tema – tema tambahan atau tema minor.

B. Penafsiran Tema

     Kegitan menafsirkan sebuah tema karya fiksi  secara lebih khusus dan rinci,Stanton ( 1965 ) mengemukakan adanya sejumlah kriteria yang dapat diikuti seperti berikut ini  :
  1. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan setiap detil cerita yang menonjol. Dengan kata lain, tokoh,masalah,konflik utama merupakan tempat yang paling strategis untuk mengungkapkan tema utama sebuah novel.
  2. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan tiap detil cerita. Jika hal yang demikian terjadi, cobalah diulangi sekali lagi hasil penafsiran iotu barangkali terjadi kesalahpahaman.
  3. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti – bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung dalam novel yang bersangkutan.
  4. Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti – bukti yang secara langsung atau yang disarankan dalam cerita. Kriteria ini mempertegas tentang kriteria ketiga.

     Penunjukan tema sebuah novel haruslah dapat dibuktikan dengan data – data atau detil – detil cerita yang terdapat dalam cerita itu, baik yang berupa bukti – bukti langsung, artinya kata – kata itu dapat ditemukan dalam novel, maupun tak langsung,artinya,berupa penafsiran terhadap kata – kata yang ada. Dalam sebuah novel, kadang – kadang dapat ditemui adanya data – data tertentu, mungkin berupa kata – kata,kalimat,alinea, atau bentuk dialog, yang dapat dipandang sebagai bentuk yang berisi tema pokok cerita yang bersangkutan.
2. PEMPLOTAN

A. Hakikat Plot dan Pemplotan
     Plot merupakan unsur fiksi yang dianggap sebagai yang terpenting diantara unsur lainnya dalam fiksi.Hal itu kiranya beralasan sebab kejelasan plot, kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
     Untuk menyebut plot,secara tradisional orang juga sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita. Sedangkan dalam teori – teori yang berkembang lebih dikenal dengan istilah struktur naratif, susunan. Plot memang mengandung unsur jalan cerita atau tepatnya peristiwa demi peristiwa yang susul menyusul namun ia lebih dari sekedar ja;lan cerita itu sendiri.
     Stanton ( 1965 ) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu dihubungkan dengan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
     Penampilan peristiwa demi peristiwa yang mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa – peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif sehingga hasilnya merupakan sesuatu yang indah dan meanrik. Kegiatan mengolah dan menyiasati ini dilihat dari sisi pengarang merupakan kegitan pengembangan plot atau pemplotan,pengaluran.

B. Peristiwa,Konflik, dan Klimaks

     Peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi. Ketiga unsur ini memiliki hubungan yang mengerucut.
     Peristiwa atau kejadian dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Dengan pengertian tersebut tentunya kita dapat membedakan natara kalimat – kalimat tertentu yang menampilkan peristiwa atau tidak.
     Peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yakni :
  1. Peristiwa fungsional adalah peristiwa – peristiwa yang menentukan atau mempengaruhi perkembangan plot.
  2. Peristiwa kaitan adalah peristiwa – peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa – peristiwa penting dalam pengurutan penyajian peristiwa.
  3. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan atau berhubungan dengan perkembangan plot,melainkan mengacu pada unsur – unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin seorang tokoh.
     Konflik  yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan dipengaruhi oleh wujud dan isi  konflik,bangunan konflik, yang ditampilkan.
Konflik menyaran pada pengewrtian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau yang dialami oleh tokoh cerita. Konflik adalah sesuatu yang dramatik,mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dang menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.
     Bentuk konflik dapat dibedakan kedalam dua kategori yakni, konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal ( external conflict ) dan konflik internal ( internal conflict ).
     Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya,mungkin dengan lingkungan alam atau lingkungan manusia. Dengan demikian konflik eksternal dapat dibedakan kedalamdua kategori yakni konflik fisik
( phsical conflict ) dan konflik sosial ( social konflict ). Konflik fisik yang disebut juga dengan konflik elemental adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah – masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.
     Konflik internal atau disebut juga dengan konflik kejiwaan adalah konflik yang terjadi di dalam hati,jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya hal itu terjadi akbat adanya pertentangan antara dua keinginan,keyakinan, pilihan yang berbeda,harapan – harapan,atau masalah – masalah lainnya.
     Klimaks adalah saat konflik telah mencapai intensitas tertinggi,dan saat itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kehajiannya. Klimaks sangat menentukan arah perkembangan plot. Klimak s merupakan titik pertemuan antara dua hal yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan itu akan diselesaikan.

C. Kaidah Pemplotan
     Kaidah – kaidah pemplotan meliputi :
     Plausibilatas ( plausibility ) menyaran kepada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Adanya sifat dapat dipercaya merupakan hal yang esensial dalam karya fiksi,khususnya yang konvensional. Pengembangan plot cerita yang tidak plausibel dapat membingungkan dan meragukan pembaca,misalnyakarena tidak ada atau tidak jelasnya unsur kausalitas.
     Suspense ( rasa ingin tahu ). Artinya bahwa sebuah cerita yang baik pasti memiliki kadar suspense yang tinggi dan terjaga. Atau lebih tepatnya mampu membangkitkan rasa ingin tahu pembaca terhadap peristiwa – peristiwa yang akan terjadi,khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca. Unsur suspense bagaimanapun akan mendorong,menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan dan akhir cerita.
     Jika suspense dipandang mampu memotivasi,menarik, dan mengikat pembaca ia haruslah dijaga terus menerus keberadaannya dalam sebuah cerita. Salah satu cara untuk membangkitkan suspense sebuah cerita adalah dengan menampilkan foreshadowing. Foreshadowing merupakan penampilan peristiwa tertetu yang bersifat mendahului yang ditampilkan secara tidak langsung terhadap peristiwa penting yang akan dikemukakan kemudian.
     Surprise ( kejutan ). Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian – kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca. Dalam hal ini bisanya novel – novel jenis detektif biasanya lebih sering memberikan kejutan, khusunya yang berkaitan dengan isi cerita pada menjelang akhir cerita.
     Kesatupaduan ( unity ). Plot harus memiliki kesatupaduan,keutuhan.unity. Kesatupaduan menyaran pada menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan,khusunya peristiwa – peristiwa fungsional,kaitan, dan acuan,yang mengandung konflik ,atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan,memilki kerkaitan satu dengan yang lainnya.

D. Penahapan Plot

     Secara teoritis plot dapat di urutkan atau dikembangkan ke dalam tahap- tahap tertentu  secara kronologis. Secara kronologis-teoritis tahap – tahap pengembangan atau lengkapnya struktur plot dikemukakan sebagai berikut.
a. Penahapan plot : Awal – Tengah - Akhir
·         Tahap awal. Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahjap perkenalan. Tahap awal biasanya berisi informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada thap – tahap berikutnya.
·         Tahap tengah. Tahap tengah cerita dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya,yang menjadi semakin meningkat dan menegangkan.
·         Tahap akhir. Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut sebagai tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi bagian ini berisi kesudahan cerita, atau menyaran pada bagaimanakah akhir cerita.

b. Tahapan Plot : Rincian lain
  1. Tahap situation. Tahap pembukaan cerita,pemberian informasi awal. Terutama berfungsi melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
  2. Tahap Generating circumstances. Tahap pemunculan konflik, masalah – masalah yang menyulut terjadinya konflik yang dimunculkan.

  1. Tahap rising action : Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.
  2. Tahap climax : Tahap klimaks,konflik dan atau pertentangan – pertentangan yang terjadi mencapai titik intensitas puncak.
  3. Tahap denouement : Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian,ketegangan dikendorkan.

E. Pembedaan Plot
  1. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Plot Lurus ( Progresif )     
Plot Sorot Balik ( Flash Back )
Plot Campuran
Peristiwa – peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis.Peristiwa – peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa – peristiwa berikutnya.

Urutan kejadian yang dikisahkahkan dalam karya fiksi yang bersifat regresif tidak bersifat kronologis
Merupakan perpaduan antara progresif dan regresif.

      b.Perbedaan  Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah
Plot Tunggal
Plot Sub – Sub Plot
Mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh  Utama sebagai hero



Merupakan bagian dari plot utama yang berisi cerita kedua yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung efek keseluruhan cerita.

c.Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan
Plot Padat
Plot Longgar
Peristiwa – peristiwa fungsional terjadi susul – menyusul dengan cepat,hubungan antara peristiwa terjalin secara erat.Pembaca seolah olah selalu dipaksa untuk terus menerus mengikutinya.

Pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat,dan hubungan antar peristiwa tiodak terlalu erat.

    d. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Isi
Plot Peruntungan
Plot Tokohan
Plot Pemikiran
Berhubungan dengan cerita yang menceritakan nasib,peruntungan,yang menimpa tokoh utama cerita.
Plot Peruntungan di bedakan menjadi :
  1. plot )
  2. Plot Sedih (Plot Gerak ( action pathetic plot )
  3. Plot Tragis ( tragic plot )
  4. Plot Penghukuman ( punitive plot )
  5. Plot Sentimental ( sentimental plot )
  6. Plot Kekaguman ( admiration plot )
Menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh yang menjadi pusat perhatian. Plot tokohan dibedakan ke dalam :
  1. Plot Pendewasaan ( Maturing plot )
  2. Plot Pembentukan ( Reform plot )
  3. Plot Pengujian ( Testing Plot )
  4. Plot Kemunduran ( Degeneraion plot )
Mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran,keinginan,perasaan,berbagai macam obsesi,dan lain-lain. Plot ini dibedakan ke dalam :
  1. Plot Pendidikan ( Education plot )
  2. Plot Pembukaan Rahasia ( Relevation plot )
  3. Plot Efektif ( Effektive plot )
  4. Plot Kekecewaan ( Disillusionment plot )

3. PENOKOHAN

a. Pengertian dan Hakikat Penokohan

     Istilah tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian menunjuk pengertian yang sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang hampir sama. Walau memang ada diantaranya yang merupakan sinonim.
     Istilah tokoh, menunjuk pada orangnya,pelaku cerita. Watak.Karakter,dan Perwatakan menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang di tafsirkan oleh pembaca dan lebih menunjuk  pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sedangakan penokohan dan karakter ( karakterisasi ) sering juga di samakan artinya dengan karakter dan perwatakan yang sebenarnya menunjuk pada penempatan tokoh – tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau dengan kata lain penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

b. Pembedaan Tokoh       

    1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
    2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
    3. Tokoh Sedrhana dan Tokoh Bulat
    4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
    5. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

c. Takhnik Pelukisan Tokoh

  1. Tekhnik Ekspositori ( tekhnik analitis )  : Pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.
  2. Tekhnik Dramatik  : Penampilan tokoh cerita dalam tekhnik ini lebih mirip dengan yang ditampilkan pada drama,di lakukan secara tak langsung.
Wujud penggambaran tekhnik dramatik  :
    • Tekhnik cakapan. ( Percakapan yang di lakukan oleh tokoh cerita )
    • Tekhnik Tingkah Laku ( Tindakan yang bersifat nonverbal,fisik,reaksi,tanggapan,sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat – sifat seorang tokoh. )
    • Tekhnik Pikiran dan Perasaan ( Keadaan dan jalan pikiran serta perasaan yang dirasakan oleh tokoh yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku baik verbal maupun nonverbal.
    • Tekhnik Arus Kesadaran. ( stream of consciousness, berkaitan dengan tekhnik pikiran dan perasaan yang keduanya tidak dapat dipilah.Bahkan mungkin dapat dianggap sama karena sama – sama menggambarkan tentang tingkah laku batin tokoh ).
    • Tekhnik Reaksi Tokoh ( reaksi tokoh terhadap suatu kejadian,masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain dan sebagainya yang merupakan rangsanagan dari luar diri toko yang bersangkutan.)
    • Tekhnik Reaksi Tokoh Lain.( Reaksi yang di berikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama.Penilaian kedirian tokoh utama cerita oleh tokoh – tokoh lain dalam sebuah karya.)
    • Tekhnik Pelukisan Latar ( Suasana latar sekitar tokoh untuk melukiskan keberadaan tokoh yang bersangkutan.Pelukisan suasana latar dapat mengintensifkan sifat tokoh,dan dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula pada pembaca)
    • Tekhnik Pelukisan Fisik ( Keadaan fisik seseorang berkaitan dengan keadaan kejiwaannya. Atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan tersebut ).

4. PELATARAN
A. Pengertian dan Hakikat Latar
     Lattar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu. Yang menyaran pada pengertian  
Tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa – peristiwa yang diceritakan. ( Abrams  1981 : 175 ).
Stanton ( 1965 ) mengelompokkan latar, bersama tokoh dan plot ke dalam tiga fakta cerita. Sebab ketiga hal inilah yang akan di hadapi oleh pembaca yang dapat diimajinasikan secara faktual jika membaca karya fiksi.
     Latar memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah – olah sungguh – sungguh ada dan terjadi.

a. Latar Fisik dan Latar Spiritual

  • Latar Fisik  ( Physical setting )
     Latar fisik bisa diartikan sebagai latar sebagai tempat atau lokasi tertentu, hubungan waktu yang menyaran pada waktu tertentu.
  • Latar Spiritual ( Spiritual setting )
     Latar spiritual bisa berwujud pada penceritaan tentang tat cara, adapt istiadat, kepercayaan, dan nilai – nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Jadi, latar spiritual adalah  nilai – nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. ( Kenny 1966 : 39).

b. Latar Netral dan Latar Tipikal

  • Latar Netral.
     Latar yang mendiskripsikan sebuah tempat secara umum. Artinya, latar ini tidak memilki atau tidak mendiskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar.

  • Latar Tipikal
     Latar ini memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu. Baik yang menyangkut latar tempat,weaktu maupun sosial.
Jika dalam sebuah cerita mendiskripsikan tentang latar spiritual,maka latar tersebut akan menjadi latar yang khas,spsifik,tipikal.

B. UNSUR LATAR

  • Latar Tempat
     Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakandalam sebuah karya fiksi.Penggunaan latar tempat dengan nama – nama tertentu haruslah mencerminkan,atau paling tidak tak bertentangan sdengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

  • Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “ kapan “ terjadinya peristiwa – peristiwa yang diceritakan dalam sebuajh klarya fiksi.
Pengangkatan unsure sejarah ke dalam karya sastra / fiksi akan meyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional  sehingga tak dapat dig anti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita.
Catatan tentang ANAKRONISME.
Anakronisme menyaran pada pengertian adanya ketidaksesuaian dengan urutan                 ( perkembangan ) waktu dalam sebauh cerita.
Waktu yang dimaksud adalah waktu yang berlaku dan ditunjuk dalam cerita, waktu cerita,dengan waktu yang menjadi acuannya yang berupa waktu dalam realitas sejarah,waktu sajarah.
Ketidaksesuaian antara waktu cerita dengan waktu sejarah bisanya menggunakan dua waktu yang berbeda masa berlakunya dalam satu waktu dalam sebuah karya fiksi.
Penyebab anakronisme mungkin berupa masuknya waktu lampau ke dalam ke dalam cerita yang berlatar waktu kini, atau sebaliknya.
Kadang – kadang,anakronisme dalam sebuah fiksi mempunyai unsur kesengajaan dihadirkan dalam sebuah karya untuk menjembatani imajinasi pembaca dengan cerita yang bersangkutan. Ia dipergunakan untuk memudahkan pemahaman pembaca terhadap sesuatu yang sudah dikenal pada masa lampaunya.
Namun tetntunya berbeda dengan anakronisme yang tidak disengaja,sebagai sebuah ketidaktelitian yang justru akan melemahklan karya tersebut.

  • Latar Sosial
     Latar sosial menyaran pada hal – hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat.
Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan.Jadi dia berada dalam kepaduannya dengan unsur latar yang lain.

FUNGSI LATAR
     Latar sebagai salah satu unsur fiksi,sebagai fakta cerita, yang bersama unsur – unsur lain membentuk cerita. Latar berhubungan langsung dan mempengaruhi pengaluran dan penokohan. Latar sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Di samping itu, latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lain, yang lebih menyaran pada fungsi latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu dalam cerita. Fungsi latar yang di maksud adalah fungsi latar sebagai metafora dan latar sebagai atmosfir.

1. Latar Sebagai Metaforik
     Fungsi Metafora pada sebuah latar menyaran pada pengertian menyampaikan pengertian atau pemahaman. Artinya, sifat metafora ini menyaran pada suatu perbandingan yang mungkin berupa sifat keadaan, suasana, ataupun sesuatu yang lain.
     Novel sebagai sebuah karya kreatif tentu saja kaya bentuk – bentuk ungkapan metafora,khususnya sebagai sarana pendayagunaan stile,sesuai dengan budaya bahasa bangsa yang bersangkutan. Latar yang berfungsi sebagai metaforik ini selain mediskripsikan latar yang melukiskan suasana, sifat, keadaan tertentu juga dijumpai adanya detil – detil yang mendeskripsikan cerminan keadaan batin tokoh. Deskripsi latar yang berupa awan kelabu barangkali sekaligus melukiskan tentangkelamnya hati tokoh yang bersangkutan.

2. Latar Atmosfir.
     Fungsi latar ini berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu.Latar ini biasanya berupa latar penyituasian. Misalnya pada awal cerita sebuah novel atau tahap awal,perkenalan, cerita sebuah novel pada umunya berisi latar penyituasian. Walau hal ini juga bisa terdapat pada tahap lain. Adanya situasi tertentu yang mampu menyeret pembaca ke dalam cerita akan melibatkan pemabcar secara emosional. Hal ini penting sebab dari sinilah pembaca akan tertarik,bersimpati, dan berempati, meresapi dan menghayati secara intensif.
     Latar yang berfungsi sebagai metaforik dan atmosfir, walau menyaran pada pengertian dan fingsi yang berbeda pada kenyataannya erat berkaitan. Dalam deskripsi sebuah latar misalnya, disamping terasa sebagai penciptaan sebuah suasana tertentu sekaligus juga terdapat deskripsi tertentu yang bersufat metaforik. Hal demikian justru akan menimbulkan kepadatan,sekaligus memperkuat pandangan bahwa sastra dapat dipahami dalam berbagai tafsiran.

5. PENYUDUTPANDANGAN
     Sudut pandang/point of view,merupakan salah satu unsur fiksi yang digilingkan sebagai sarana cerita, literary device. Pemilihan sudut pandang akan berpengaru pada penyajian cerita. Reaksi afektif pembaca terhadap sebuah karya fiksi dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang.

a. Hakikat Sudut Pandang.
     Sudut pandang/point of view,,menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. ( Abrams,1981 ). Dengan demikian, sudut pandang pada hakekatnya merupakan strategi, tekhnik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.

    Sebelum pengarang menulis cerita mau tak mau ia harus telah memutuskan memilih sudut pandang tertentu sebagai sikap naratif antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya atau oleh seorang narator yang berada di luar cerita itu sendiri.  Ia harus telah mengambil sikap menuliskan ceritanya dengan sudut pandang orang pertama atau ketiga masing – masing dengan berbagai kemungkinannya, atau bahkan keduanya sekaligus.

b. Macam Sudut Pandang

     Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum yang banyak dilakukan orang, yaitu bentuk persona tokoh cerita : Persona ketiga dan Persona pertama.

1. Sudut pandang persona ketiga : “ DIA “

    Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga,gaya “ dia “, narator adalah seorang yang berada diluar cerita yang menampilkan tokoh – tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya ; ia, dia, mereka.
  • “DIA” Mahatahu   :  Dalam sudut pandang ini cerita dikisahkan dari sudut “ dia “,namun pengarang,narator dapat menceritakan apa saja yang menyangkut tokoh “ dia “ tersebut. Dalam hal ini narator mengetahui segalanya.Ia bersifat mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh,peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.
  • “ DIA “ Terbatas, “ Dia “ sebagai pengamat   : Dalam sudut pandang ini pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar,dialami,dipikir, dan dirasakan tokoh cerita. Namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja. Tokoh cerota mungkin banyak,yang juga berupa tokoh “dia”,namun tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

2. Sudut Pandang Persona Pertama  : “ AKU “

     Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama,first person point of view,”aku”,jadi, gaya “aku “ – narator adalah seseorang ikut terlibat dalam cerita.. Ia adalah si “aku “ tokoh yang berkisah,mengisahkan kesadarn dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan yang dialaminya sendiri.
  • “ Aku “ tokoh utama        :  Tekhnik ini mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya,baik yang bersifat batiniah,dalam dirinya sendiri ,mauupn fisik. Dalam cerita tokoh “ aku “ dalam tekhnik ini disebut sebagai tokoh utama,first-person central yang tentunya praktis akan menjadi tokoh protagonis.

  •  “ Aku “ tokoh tambahan   :   Dalam sudut pandang ini tokoh “ aku “ muncul bukan sebagai tokoh utama,melainkan sebagai tokoh tambahan, First-person peripheral. Tokoh “aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca,sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk mengisahkan sendiri sebagai pengalamannya.
3. Sudut Pandang Campuran

     Penggunaan sudut pandang  dalam sebuah novel  mungkin saja lebih dari satu tekhnik. Pengarang dapat berganti – ganti mulai tekhnik yang satu ke tekhnik yang lainnya untuk sebuah cerita yang dilukiskannya. Kesemuanya itu tergantung dari kemauan dan kreatifitas pengarang,bagaimana mereka memanfaatkan berbagai tekhnik yang ada demi tercapainya efektifitas penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk mencari variasi penceritaan agar memberikan kesan lain. Pemanfaatan tekhnik – tekhnik tersebut dalam sebuah novel misalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan keterbatasan masing – masing tekhnik. 
























TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT