Rabu, 08 Januari 2014

APRESIASI PUISI



A.    PENGERTIAN PUISI

          Puisi adalah suatu bentuk seni yang menggunakan kekuatan dan keindahan bahasa dan mengandalkan kualitasnya untuk menciptakan interpretasi yang beragam bagi tiap orang.
Puisi adalah salah satu karya sastra tertua dalam sejarah manusia. syair-syair mitologi Yunani seperti Iliad dan Odyssey karya Homerus juga kitab-kitab kebijaksanaan Tao dan Konfusius, atau tradisi sastra lokal seperti pantun, gurindam, seloka, dsb, semuanya disajikan dalam syair-syair yang indah. Dalam kata-kata puisi terekam peristiwa-peristiwa yang mengilhami penyairnya sehingga kita dapat ikut melihat isi pikiran penyair dan merasakan apa yang ia alami. Melalui puisi kita dapat melacak sejarah hidup seorang penyair bahkan sejarah suatu bangsa.
Indonesia memiliki sastrawan dan penyair yang terkenal dari generasi ke generasi. Setiap generasi memiliki perbedaan ciri khas berdasarkan tema yang diangkat dalam setiap karya sastra. Perbedaan ini dipengaruhi oleh keadaan sosial politik bangsa Indonesia saat itu. Seiring dengan budaya kebebasan berekspresi dan kemajuan teknologi informatika, karya sastra kini dapat diakses melalui internet. Kini urusan menulis dan mengapresiasi karya sastra tidak lagi didominasi oleh generasi pendahulu yang telah mapan dalam dunia sastra. Hampir setiap individu dapat mempublikasikan karyanya kepada khalayak melalui media blog. Kehadiran komunitas-komunitas sastra dalam dunia cyber baik yang dikelola oleh pemerintah, organisasi ataupun individu juga maraknya sayembara menulis karya sastra mendorong lahirnya penyair-penyair muda Indonesia.
Bertolak dari kenyataan tersebut, puisi sebagai salah satu karya sastra juga telah melalui proses perkembangan. Para penyair terus menerus bereksperimen dalam menuturkan puisi. Hal ini dilakukan karena dalam proses apresiasi puisi, selain penyair, pembaca pun berperan penting dalam pemaknaan puisi. Disinilah letak keindahan puisi karena kedudukan penyair dan pembaca dalam mengapresiasikan puisi adalah setara.
Puisi dapat dituturkan menggunakan berbagai macam cara untuk memperindah maknanya. menyampaikan puisi melalui aksi teatrikal, lagu, dan ilustrasi adalah cara-cara yang digunakan penyair. Seperti sebuah cerita, puisi dapat dituturkan melalui sebuah alur. Disinilah terjadi kolaborasi dari berbagai disiplin seni sehingga tercipta suatu karya seni indah yang awalnya hanyalah berupa kata-kata. Penggunaan ilustrasi pada puisi bukanlah sebuah konsep baru. Dari waktu ke waktu seiring dengan perjalanan seni sastra dan seni rupa, para penyair mencoba berkolaborasi dengan para seniman dalam berbagai proyek ilustrasi puisi. Bentuk ilustrasi puisi pun sangat beragam mulai dari ilustrasi manual dengan  berbagai macam teknik, menggunakan computer graphic, hingga ilustrasi berbentuk seni instalasi dan lain sebagainya. Buku ilustrasi puisi adalah salah satu bentuk media kolaborasi antara unsur verbal dari puisi dengan unsur visual dari gambar. Di Indonesia sendiri, buku seperti ini masih jarang ditemui di pasaran buku pada umumnya. Walaupun demikian, proyek-proyek sejenis masih dijalankan secara independen oleh komunitas – komunitas sastra dan seni rupa.

B.     PENDEKATAN DALAM APRESIASI
                Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau landasan yang digunakan oleh seorang sewaktu mengapresiasi sebuah karya sastra.
Keanekaragaman pendekatan yang digunakan ditentukan oleh   :
  1. Tujuan dan apa yang akan di apresiasi
  2. Bagaiman proses kegiatan apresiasi berlangsung
  3. Landasan teori apa yang digunakan dalam mengapresiasi.
Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, pembaca dapat menggunakan pendekatan meliputi          
1. Pendekatan PARAFRASTIS
            Pengertian pendekatan parafrastis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam suatu cipta sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata – kata maupun kalimat yang berbeda dengan kata – kata atau kalimat yang digunakan oleh pengarang.
Tujuan akhir dari pendekatan ini adalah  untuk menyederhanakan pemakaian kata atau kalimat seorang pengarang sehingga pembaca lebih mudah memahami kandungan makna yang terdapat dalam suatu cipta sastra.
Prinsip dasar dari penerapan pendekatan parafrastis adalah pada hakikatnya berangkat dari pemikiran bahwa   :
  1. Gagasan yang sama dapat disampaikan lewat bentuk yang berbeda
  2. Simbol – simbol yang bersifat konotatif dapat diganti dengan simbol – simbol yang tidak mengandung ketaksaan ( mempunyai makna lebih dari satu,kabur atau meragukan _ AMBIGU ) makna.
  3. Kalimat – kalimat atau baris dalam suatu cipta sastra yang mengalami pelesapan dapat dikembalikan kepada bentuk dasarnaya
  4. Mempermudah upaya pembaca dalam memahami makna yang terkandung dalam suatu cipta sastra.
  5. mempertajam,memeperluas dan melengkapi pemahaman gagasan yang diperoleh oleh pembaca.


2. Pendekatan EMOTIF
            Pendekatan emotif dalam mengapresiasi cipta sastra adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur – unsur yang mengajak ( memeriksa atau hendak mengetahui isi hati, perasaan atau pikiran orang_ menduga ) emosi atau perasaan pembaca.
            Prisip dasar yang yang melatarbelakangi adanya pendekatan emotif ini adalah pandangan bahwa cipta sastra merupakan bagian dari karya seni yang hadir di hadapan pembaca untuk dinikmati sehingga mampu untuk memberikan hiburan dan kesenangan.
Dalam pelaksanaan pendekatan emotif ini pembaca akan dihadapkan pada pertanyaan – pertanyaan tentang  :
  1. Adakah unsur – unsur keindahan dalam cipta sastra yang akan di baca ?
  2. Bagaimana pengarang menampilkan keindahan itu ?
  3. Bagaimana wujud keindahan itu ?
  4. Bagaimana cara pembaca menemukan keindahan itu ?
  5. Berapa banyak keindahan itu dapat ditemukan  ?

Keindahan dalam sebuah cipta sastra bisanya berhubungan dengan gaya bahasa, penyampaian cerita, peristiwa maupun gagasan tertentu yang lucu dan menarik (Fiksi ),pola persajakan dan paduan bunyi yang menghadirkan unsur – unsur musikalitas yang merdu dan menarik sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenangan pada pembacanya.
3. Pendekatan ANALITIS
            Pengertian pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide – idenya, sikap pengarang dalam menyampaikan gagasan, elemen instrinsik dan hubungan elemen – elemen instrinsik tersebut sehingga ada keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk dan totalitas makna.
            Dalam pendekatan ini pembaca selalu dihadapkan pada pertanyaan  :
  1. Unsur – unsur apa yang membangun karya sastra
  2. Bagaimana unsur – unsur itu ditata dan diolah oleh pengarang
  3. Bagaimana peranan setiap unsur tersebut.
  4. Bagaimana hubngan antara unsur yang satu dengan yang lainnya.
  5. Bagaimana cara memahaminya.

Jika pembaca  berusaha mencari jawaban dari pertanyaan – pertanyaan tersebut, maka sebenarnya pembaca telah melaksanakan atau menerapkan pendekatan analitis.
            Penerapan pendekatan analitis pada dasarnya akan menolong pembaca dalam upaya mengenal unsur – unsur instrinsik yang secara aktual telah berada dalam cipta sastra tersebut.


BUATMU

BUAT KAU YANG JAUH.

Meratapi rasa di pelataran duka
Ketika sunyi menggulung bebas
Menjilati luka yang hampir kering
Rinduku berulang di tetes hening
Padamukah........
Yang pernah menebarkan asa
Di rentang waktu senyap
Lalu...kau luluhlantakkan dalam diam
Hingga ku coba berdamai dengan hati

Senin, 30 Desember 2013

ARTIKEL



HAMBATAN DALAM MENUMBUHKAN BUDAYA MENULIS BAGI PENDIDIK
Oleh : SRI RAHAYU SUPRIHARTINI, S.Pd

Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang wajib dikuasai oleh seorang pendidik. Kompetensi menulis merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik untuk pengembangan karir mereka. Hal tersebut disyaratkan oleh Permenpan no. 16 tahun 2009. Peraturan tersebut menetapkan bahwa setiap naik golongan kepangkatan, guru wajib membuat artikel yang dimuat di media massa maupun di jurnal ilmiah. Untuk pendidik dengan golongan kepangkatan III/a yang ingin naik ke III/b, wajib membuat tiga buah makalah yang berkaitan dengan bidang ajarnya. Kenaikan dari III/b ke III/c, wajib menulis artikel dan dimuat di koran/majalah yang resmi baik level nasional maupun lokal. Ketentuan seperti itu juga berlaku untuk usulan kenaikan golongan kepangkatan dari III/c ke III/d. Khusus untuk kenaikan dari III/d ke IV/a guru wajib membuat penelitian dan hasilnya diterbitkan di jurnal yang memiliki ISSN keluaran LIPI.
Pada kenyataannya masih banyak pendidik yang tidak mau menulis. Banyak pendidik yang masih belum bisa naik pangkat ke IV/b karena tidak mau atau tidak mampu membuat karya ilmiah. Masih banyak guru yang belum mau dan mampu menulis untuk pengembangan profesinya. Padahal berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pihak terkait seperti : pelatihan-pelatihan telah sering dilakukan pihak terkait untuk mengembangkan kemampuan pendidik dalam bidang penulisan karya ilmiah. Perkembangan teknologi  dan buku-buku yang terkait dengan menulis karya ilmiah juga sudah begitu banyak. Bahkan berbagai momen perlombaan diciptakan sebagai upaya dalam pengembangan kemampuan menulis pendidik seperti : pemilihan pendidik berprestasi/ pendidik teladan dan inovasi pembelajaran.
Apabila diidentifikasikan ada beberapa faktor yang menyebabkan pendidik tidak mau atau tidak mampu menulis. Masalah motivasi merupakan masalah utama yang dihadapi pendidik. Pendidik tidak mau menulis disebabkan oleh beberapa hal:
Pertama, pendidik kurang percaya diri terhadap potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini terkadang disebabkan oleh banyak pendidik berasumsi bahwa hasil dari tulisannya harus sangat bagus. Padahal kemampuan menulis merupakan suatu proses yang memerlukan tahapan-tahapan sehingan tulisan yang dihasilakan menjadi bagus. Para pendidik merasa khawatir tulisan yang dihasilkannya akan memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Seharusnya pendidik sebagai penulis harus mampu menghargai karyanya karena tulisan tidak ada sempurna pasti saja ada yang kekurangannya.
Kedua, pendidik malas dan merasa tidak senang hati untuk menulis. Penyebab hal ini ada beberapa hal diantaranya pendidik berasumsi bahwa menulis menghabiskan waktu yang banyak, membutuhkan pengetahuan yang luas, hal yang ditulis tentang sesuatu yang spektakuler, memerlukan referensi bacaan yang banyak. Sementara kebiasaan pendidik kurang senang membaca, tidak mau terus belajar mengenai berbagai hal yang baru dan tidak mau mengembangkan kemampuan yang sudah dimiliki dan tidak ingin menjadi pendidik yang madiri, kreatif, inovatif dan berusaha lebih baik dari waktu ke waktu
Kedua hal di atas menjadi penyebab mengapa banyak pendidik sudah banyak mendapat pelatihan menulis dan telah mendapat segudang teori menulis tetap saja tidak mau menulis. Sebaiknya pelatihan yang dilakukan oleh pihak  terkait akan lebih baik hasilnya apabila diikuti oleh kegiatan pembimbingan secara terus menerus sampai seorang pendidik menghasilkan suatu produk karya ilmiah yang baik.
Masalah kedua yang menyebabkan pendidik tidak menulis adalah pendidik tidak mampu menulis. Masalah ini dipengaruhi beberapa hal diantaranya menurut Darwis Sembiring ada empat faktor yang dapat diidentifikasi menjadi penyebab guru sulit menulis, yaitu karena :
1.      Kurang membaca;
2.      Kurang berlatih menulis;
3.      Kerancauan dalam berpikir;
4.      Kerancauan dalam berbahasa.
Hal di atas bisa juga terjadi karena pendidik tidak pernah mengikuti pelatihan dan rendahnya kemampuan pendidik tentang karya tulis ilmiah ketika dibangku kuliah.
Ketiga, banyak pendidik tidak memahami manfaat menulis. Pengetahuan pendidik tentang manfaat menulis terkadang hanya sebatas menulis bermanfaat untuk kelancaran kenaikan pangkat pendidik. Seharusnya pengetahuan tentang manfaat menulis dapat memberikan dorongan bagi pendidik untuk terus menulis. Adapun manfaat menulis bagi pendidik selain hal di atas dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.      Menulis menjadi media untuk menuangkan ide mengenaiberbagai hal tentang tugas dan fungsi sebagai pendidik
2.      Menulis meruapakan media bagi pendidik untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi pendidik dalam fungsinya sebagai pendidik.
3.      Menulis bermanfaat untuk pengembangan bahan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diembaninya
4.      Tulisan akan menjadi investasi bagi pendidik untuk kepentingan akhirat
5.      Menulis akan mengikat pengetahuan yang dimiliki oleh penulis
6.      Menulis sebagai bagian dari pertanggungjawaban profesi terhadap stakeholdernya
7.      Menulis dapat mengantarakan penulisnya sebagai jutawan
8.      Menulis akan mengantarkan penulisnya sebagai seorang yang terkenal
Penulis sangat setuju terhadap kalimat yang ditayangkan di layar LCD ketika Pak Karwo memberikan materi tentang Menulis Artikel Ilmiah di forum MGMP Gugus II Sumbawa pada tanggal 21 November 2013 bahwa jangan Anda pikirkan apa yang akan ditulis tetapi tulislah apa yang Anda pikirkan

ARTIKEL HASIL MGMP BAHASA INDONESIA GUGUS III



BEBERAPA KONSEP
DALAM PENGAJARAN PUISI

OLEH:
JUMIANTI DIANA, S.S.
GURU BAHASA INDONESIA
SMP NEGERI 1 MOYO HILIR
SUMBAWA
NUSA TENGGARA BARAT
2013


BAB I
PENDAHULUAN

Puisi sebagai salah satu karya sastra banyak digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Meskipun demikian, dalam proses belajar-mengajar sastra seperti puisi terdapat berbagai kesulitan. Jika menjadi pengajar sastra dalam hal ini puisi, kita mengetahui cara memulai tugas yang cukup sulit tersebut, maka tak ada seorang pelajar pun yang tidak tertolong untuk dapat memahami dan menikmati puisi yang dibacanya.
Dalam usaha mengajarkan tentang cara menikmati puisi, dijumpai dua hambatan yang cukup menggangu. Pertama, adanya anggapan bahwa secara praktis puisi sudah tidak ada gunanya lagi. Kedua, adanya pandangan yang disertai prasangka bahwa mempelajari puisi sering tersandung pada ‘pengalaman pahit’. Pandangan semacam ini mungkin sekali berasal dari para pelajar yang berkemauan keras memahami dan menikmati sajak-sajak terkenal yang ditulis oleh para penyair terkenal yang sering menggunakan simbol, kiasan, dan ungkapan-ungkapan tertentu yang membingungkan. (Rahmanto, 1996:44-45).
Upaya untuk mengatasi kesulitan atau hambatan-hambatan seperti di atas maka kita perlu mengetahui: Bagaimanakah konsep dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses pengajaran puisi? Pembahasan dalam artikel ini bertujuan untuk mengetahui konsep-konsep dan langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang pengajar puisi.

BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum membahas mengenai konsep-konsep dan langkah-langkah mengenai pengajaran puisi, terlebih dahulu harus dipahami hakikat dari puisi itu sendiri. berikut merupakan contoh puisi Sapardi Djoko Damono
AIR SELOKAN

“Air di selokan itu mengalir dari rumah sakit”,
katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-
jalan bersama istrimu yang sedang mengandung—ia hampir
muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan
untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis
baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di
kamar mati.
+
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi
selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding
sesuatu: ” hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu—
alangkah indahnya!” tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan
yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya
itu, sayang sekali.

Definisi puisi yang dikemukakan oleh Wirjosoedarmo (dalam Pradopo, 2000:5) mengenai puisi sebagai karangan yang terikat oleh: 1) banyak baris dalam tiap bait; 2) banyak kata dalam tiap baris; 3) banyak suku kata dalam tiap baris; 4) rima; dan 5) irama.
Jika melihat contoh puisi di atas, maka hakikat atau definisi puisi yang dikemukakan oleh Wirjosoedarmo tersebut tidak cocok dengan bentuk puisi sekarang. Berikut beberapa definisi puisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Puisi merupakan bentuk karya sastra dengan bahasa yang terpilih dan tersusun dengan perhatian penuh dan keterampilan khusus dan puisi merupakan bahasa yang padat dan penuh arti (Rahmanto, 1996:47).
Menurut Coleridge (dalam Pradopo, 2000:6) Puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah. Adapun definisi puisi yang dikemukakan oleh Pradopo (2000:7) bahwa “Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan.”
Setelah memahami mengenai hakikat puisi maka kita perlu memperhatikan beberapa langkah efektif dalam membaca dan memahami puisi, seperti yang dikemukakan oleh Gani (1988:174-177) berikut ini:
a.       Bacalah sebuah puisi berulang kali.
b.      Gunakanlah selalu kamus ketika membaca puisi.
c.       Bacalah puisi sambil mendengarkan gema suara dalam sanubari Anda.
d.      Perhatikanlah dengan seksama sesuatu yang disampaikan sebuah puisi.
e.       Berlatihlah membaca bersuara sebuah puisi berulang kali.
Untuk membantu memahami puisi, pembaca hendaknya mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, diantaranya: “Siapakah si pembicara dan apa permasalahannya?” pertanyaan kedua adalah “ Apakah tujuan utama puisi ini?” setelah berhasil menjawab pertanyaan tersebut maka diajukanlah pertanyaan ketiga “Dengan cara bagaimana tujuan itu dikembangkan?”.
Pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab adalah “mengapa puisi harus diajarkan kepada siswa?” Stephen Dunning memberikan jawaban sebagai berikut:
a)      Puisi memungkinkan siswa dapat kesempatan untuk mempelajari karya sastra secara komplit dan terfokus.
b)      Puisi secara linguistik merupakan medan penjelajahan sastra yang kaya, dan merangsang siswa melihat nilai-nilai dan kemungkinan-kemungkinan dalam bahasa.
c)      Puisi, karena secara formal dan linguistik berbeda dengan cipta sastra lain,  siswa dapat membicarakan secara serius tentang kenyataan-kenyataan hidup yang belum terungkap oleh karya sastra lain.
Dalam rangka pencapaian tujuan belajar siswa/pelajar maka perlu diperhatikan sembilan konsep pengajaran puisi yang dikemukan oleh Gani (1988:177-190) berikut:
·         Konsep pertama: yang bukan penggemar dan bukan pembaca puisi yang baik, sebaiknya jangan menjadi guru puisi.
·         Konsep kedua: guru puisi seyogyanya hanya mengajarkan puisi yang benar-benar dihayatinya.
·         Konsep ketiga: guru hendaknya mengutamakan unsur pengalaman dalam proses belajar-mengajarnya.
·         Konsep keempat: guru hendaknya mengajarkan mekanik puisi secara induktif.
·         Konsep kelima: guru hendaknya menghindarkan diri dari cara pemberian penjelasan yang berlebih-lebihan tentang puisi.
·         Konsep keenam: suatu unit puisi hendaknya jangan sampai menghilangkan prinsip pengajaran puisi terpadu. Selama proses belajar berlangsung, guru selalu menjaga agar disamping pemerolehan belajar ynag bersifat instruksional, juga tercapai hasil belajar yang bersifat pendamping. Perolehan instruksional yang dimaksud adalah siswa memiliki kemampuan merespons dan menganalisis puisi yang dipelajarinya. Adapun perolehan pendamping adalah siswa mendapatkan keterampilan membaca, berbicara, menyimak, dan menulis.
·         Konsep ketujuh: siswa hendaknya diberi kesempatan untuk memilih sendiri puisi yang hendak dibaca, dipelajari dan didiskusikannya.
·         Konsep kedelapan: siswa yang ditugaskan membaca dan mempelajari puisi, sewaktu-waktu  hendaknya diminta menyatakan pendapatnya dengan bahasa yang puitis.
·         Konsep kesembilan: siswa hendaknya ditolong mengungkapkan bahwa puisi itu ditulis untuk segala hal.
Berikut pertimbangan-pertimbangan yang menjadi pedoman dalam pengajaran puisi agar pengajaran tersebut berlangsung sesuai dengan harapan:
1.      Jelaskan pada diri Anda sendiri secara tertulis, apa yang hendak diajarkan tentang puisi tersebut.
2.      Rencanakan tiga atau empat strategi untuk pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
3.      Yakinkan diri Anda bahwa pengajaran yang Anda lakukan menuntut: kerja, respons, dan aktifitas dari siswa Anda.
4.      Jika Anda telah menyelesaikan proses pengajaran, tanya diri Anda dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
§  Apakah tujuan-tujuan pengajaran anda telah terfokus pada kerja, respons dan aktivitas siswa?
§  Apakah pertanyaan saya mencerminkan pertanyaan yang dapat dijawab siswa?
§  Apakah aktivitas yang saya tawarkan mengundang aktivitas siswa?
§  Apakah saya berbicara terlalu banyak?
§  Apakah saya memfokuskanya pada puisi saja dan tidak mengaitkannya dengan keterampilan berbahasa yang lain?
5.      Diskusikanlah dengan rekan sejawat Anda.

 
BAB III
PENUTUP
Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan dalam proses pengajaran puisi karena itu dianjurkan bagi seorang pengajar yang tidak gemar membaca puisi agar tidak mengajarkan tentang puisi. Hal itu merupakan konsep utama dalam pengajaran puisi selain beberapa konsep lainnya, konsep-konsep dan langkah-langkah harus diambil dan dilaksanakan agar tujuan pengajaran tercapai. Tujuan-tujuan itu antara lain: siswa dapat bermain dengan bahasa seperti para penyair, belajar membaca puisi dengan baik sehingga citarasa sastranya meningkat, dan mempertajam kemampuan membaca siswa yang memungkinkan siswa tidak hanya mampu memperoleh makna namun memberi makna.